Jumat, 29 Oktober 2010

cokelat indonesia

0 komentar
wah ternyata, indonesia kini memproduksi cokelatnya sendiri dan hebohnya lagi cokelat indonesia kini sangat terkenal di luar negeri, g percaya ??/ berikut liputannya :




KOMPAS.com - Anda penggemar cokelat? Pilihan cokelat beragam di berbagai supermarket dan banyak di antaranya merupakan merek ternama. Baik cokelat batangan, ataupun produk lain berbahan cokelat seperti susu. Tahukah Anda, cokelat yang Anda konsumsi, yang katanya produk luar negeri, ternyata berbahan dasar dari perkebunan cokelat di Indonesia? Perkebunan cokelat di Pandeglang atau Serang Banten, salah satunya.
"Indonesia menjadi konsumen cokelat yang diimpor dari sejumlah negara, padahal bahan dasarnya bersumber dari lahan di Indonesia," papar Sofihah, pemilik merek cokelat Al Madad, kepada Kompas Female di sela SMEsCO UKM Food & Packaging Expo 2010 di Gedung SMEsCO Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (27/10/2010) lalu.
Al Madad adalah merek cokelat yang digagas Sofihah dan mulai dikenal pasar lokal sejak 2008 lalu. Sofi, panggilan akrabnya, berniat mengangkat kekhasan lokal Banten dari produk cokelatnya. Mulai penamaan yang bernuansa religi dan budaya khas Banten, hingga penggunaan bahan baku cokelat yang berasal dari sejumlah pabrikan cokelat di Banten. Sejumlah pabrikan ini juga menggunakan bahan baku cokelat dari perkebunan yang ada di provinsi berusia 10 tahun ini.
"Indonesia penghasil cokelat terbesar di dunia. Perkebunan cokelat di Serang, Banten, juga terbesar di tingkat Asia. Jadi tak perlu jauh-jauh menikmati cokelat, karena semuanya ada di negeri sendiri," katanya, menambahkan bahwa perkebunan cokelat di Serang berhasil mengekspor cokelat untuk pertama kalinya pada tahun 2010.
Al Madad adalah sebutan untuk paku Banten, yang digunakan dalam seni tradisi khas Banten, yakni Debus. Penamaan produk yang mewakili Banten menjadi kebanggaan bagi Sofi, sekaligus membuktikan cokelat lokal tak kalah rasa dan kualitasnya dengan brand luar negeri.
Modal Rp 10 juta, usaha berkembang dalam dua tahun Sofi menghitung, modal awal membangun usaha perdananya ini sekitar Rp 10 juta. Bahan baku yang didapat tak jauh dari tempat tinggalnya di Serang membantunya mengurangi sejumlah biaya. Sejumlah alat mesin maupun manual yang dibutuhkan untuk produksi cokelat juga termasuk dalam modal awal ini.
Kini, setelah dua tahun berjalan, produksi rata-rata hariannya lebih dari 200 cokelat. Omzetnya mencapai Rp 12 - 15 juta per bulan dengan profit lebih dari 20 persen.
Sofi juga berhasil mengembangkan bisnis cokelatnya dengan membuka tiga outlet di supermarket dan mall.
Bermodalkan semangat dan kegigihan mempromosikan produk lokal, Sofi  sukses berbisnis cokelat. Perempuan yang bosan menjadi karyawan dan berani melangkah dengan berwirausaha ini mengaku sudah BEP dalam dua tahun. Menggunakan bahan baku yang berasal dari kebun lokal, Sofi yakin produk rumahan miliknya bisa bersaing dengan pabrikan bahkan produk merek ternama atau impor. Toh, banyak produk cokelat di pasaran yang sebenarnya berasal dari tanah nusantara. Hanya saja, dikelola dan diberi merek dari luar negeri, katanya.
Fokus pada pengembangan produk Meski dekat dari sumber daya alam cokelat, Sofi mengaku lebih efisien membeli bahan baku setengah jadi dari pabrik cokelat. Sofi lebih banyak menggunakan dark chocolate pada produknya.
"Membeli bahan baku mentah dari kebun membutuhkan biaya lebih tinggi untuk pengolahan. Saya lebih memilih membeli bahan baku pabrikan dan fokus pada pengembangan produk," katanya.
Benar saja, dalam dua tahun cokelat Al Madad memiliki lebih dari tiga varian olahan cokelat. Tahap awal, Sofi mengenalkan cokelat berbentuk stik bergambar bunga atau binatang. Anak-anak menjadi sasaran pasar Sofi pada tahap awal membuka bisnisnya yang belum diberi nama Al Madad. Cokelat stik kreasi Sofi semakin berkembang pada 2009 dengan model edible. Cokelat stik dengan model gambar dari bahan kertas gula yang aman dimakan. Sofi juga menerima permintaan khusus, dengan mengganti gambar atau foto tokoh kartun pada cokelat edible, dengan foto pribadi.
Kurang dari setahun, Sofi menangkap peluang lain untuk mengembangkan usahanya. Al Madad kemudian hadir dalam bentuk cokelat batangan dengan dua pilihan ukuran, 80 gram dan 60 gram. Variasi rasa juga memperkaya pilihan produk. Cokelat batangan Al Madad terdiri atas rasa kismis, kacang mede, kurma, dan kacang tanah.
Selanjutnya Sofi menambah lagi varian produk dengan model cokelat praline. Dengan kemasan unik dan cantik, cokelat praline buatan Sofi berhasil menarik pasar. Prinsip melayani sesuai permintaan membuat bisnis cokelat miliknya semakin berkembang.
"Cokelat praline bisa dipesan sesuai permintaan, baik ukuran maupun tulisan. Misalnya, cokelat bertuliskan I Love You untuk hadiah valentine," katanya.
Cokelat praline ini berbentuk bulat berukuran kecil yang dikemas dalam wadah plastik transparan. Isinya beragam, mulai dua buah cokelat. Cokelat bulat kecil ini berisi varian rasa seperti cokelat cair, strawberry, blueberry, atau nanas. Cokelat model ini umumnya banyak dipesan menjelang lebaran. Kemasannya yang cantik layak dijadikan hantaran lebaran atau sebagai hadiah.
Berganti skema pemasaran Bisnis bagi Sofi memerlukan keberanian mengambil risiko. Gagal bukan menjadi hambatan baginya. Mencari skema pemasaran yang lebih tepat menjadi tantangan tersendiri bagi Sofi.
Saat pertama kali mengenalkan produk cokelat lokal, Sofi mengaku mengalami kesulitan. Namun motivasi kuat untuk berbisnis dan membuka lapangan kerja mendorongnya untuk tetap bertahan dan semakin berkembang.
Mengandalkan brosur dan rekanan distributor, Sofi mengenalkan cokelat stik sebagai produk perdananya. Melihat peluang bisnis online, Sofi mulai mengaktifkan situs merek cokelat Al Madad sebagai bentuk pemasaran lanjutannya. Lalu, Sofi juga menjual cokelatnya melalui sejumlah minimarket. Akhirnya, dengan bantuan dan dukungan keuangan dari BUMN Jasa Raharja melalui program pembinaan usaha kecil, Al Madad mulai dipasarkan di outlet milik Sofi di pusat belanja di Serang.
"Outlet di mall lebih eye catching. Setidaknya traffic pengunjung yang tinggi membuka peluang penjualan. Awalnya pengunjung hanya melihat-lihat, lalu karena tertarik mencoba, mereka kemudian membeli cokelat," papar Sofi, yang mengaku omzet semakin meningkat sejak membuka tiga outlet.
Keunikan produk Al Madad tak hanya karena mengangkat kearifan lokal Banten. Sofi juga menyertakan brosur berisi pengetahuan seputar manfaat cokelat. Dengan begitu, konsumen lebih teredukasi mengenai nilai lebih dari cokelat yang bisa menimbulkan mood positif.
Dukungan dari pemerintah daerah dengan menyertakan Al Madad dalam berbagai pameran, serta binaan dari Jasa Raharja menambah keyakinan Sofi mempopulerkan produknya.
Bicara rasa, kualitas, dan kemampuan produksi, Sofi yakin produk lokal yang masih berkembang bisa bersaing dengan merek ternama lainnya.
"Bisnis yang dikelola serius dan memiliki kemampuan dan keberlanjutan usaha yang bisa dipertanggungjawabkan akan dilirik berbagai pihak. Dukungan pun bisa didapatkan jika usaha dijalankan dengan komitmen tinggi," jelas Sofi.
Produk lokal cokelat Al Madad di bawah kepemimpinan Sofi, membuktikan kemampuan bisnis skala kecil memenuhi permintaan konsumen dan menarik kepercayaan perusahaan untuk menjadi mitra. Dengan tambahan modal dari mitra, Sofi mampu menambah produksi cokelat untuk tetap konsisten memenuhi permintaan pasar. Dalam dua tahun, Al Madad dikenal sebagai produk unggulan khas Banten, serta berhasil menggaet pasar di kota lain seperti Bandung, Yogyakarta, dan Semarang. Bukan mustahil nantinya dark chocolate asli Banten ini mendunia. Toh sejumlah produk impor nyatanya mengambil bahan baku dari lahan yang sama, tanah Banten.

0 komentar:

Posting Komentar